Fatamorgana
Itulah kamu. Serupa kebahagiaan yg ternyata hanya
fatamorgana. Serupa kesejukan yg ternyata hanya sejauh mataku memandang. Serupa
khayalan indah yg ternyata hanya menjadi khayalanku saja, bukan khayalanmu. Kamu
tau rasanya apa? Itu sedih, menyedihkan. Sempat terpikir, sampai kapan aku
melihat hatiku terus bertepuk hanya dengan sebelah tangan? Sampai lelah? Sampai
kebas? Atau sampai mati rasa? Ah kurasa yg dapat kulakukan hanya membiarkannya
sampai letih sendiri, dan kupikir itu hanya masalah waktu.
Ini semacam ironi, sebuah ironi yg harusnya menjadi
kebahagiaanmu justru menjadi cambuk untukku. Ternyata, kamu tak lebih dari
sebuah perjalanan hidup yg hatimu adalah seperti pom bensin tempat penyedia
bensin premium. Kamu tau apa arti premium? Menghilangkan dahaga laju
kendaraanku, namun tak menyehatkannya. Seharusnya aku tak menoleh untuk
menerima pemberian bensin premium-mu, harusnya aku terus berjalan hingga
kutemukan pom bensin yg menyediakan pertamax. Mahal, namun menyehatkan. Kupikir
selama ini kamu hanya sedang menebar paku pada perjalananku, yg mengharuskan
aku berjalan berjinjit untuk mengindari terluka karena pakumu. Tapi ternyata
saat itu aku sedang tidak menggunakan filter tercanggih. Aku terluka.
Dalam diam, aku tersenyum, karena pasti akan ada banyak hati
yg terluka dan kecewa mengetahui kebahagiaan kamu. Ah kamu memang pengagum
wanita yg mengagumkan. Kamu paham betul bahwa sikapmu dapat membuat semua
wanita yg kamu dekati akan dengan mudah jatuh hati dan enggan bangun lagi. Dan kamu
menikmati keahlianmu, dan aku miris mengetahui kamu melatih keahlianmu dengan
berbagai wanita. Ah sudah.. sudah.. aku mulai muak memuji kamu. Toh kamu bahkan
tak layak untuk untaian kata-kata ini. Itulah kamu, yg akan tetap menjadi kamu.
Sekarang mulai berhati-hatilah menjaga hatinya dalam hatimu, karena hatinya
telah diberikan sepenuh hati kepada hatimu.
Tapi sepertinya aku akan jadi seseorang yg merugi apabila
membencimu, toh selama kita dekat, kamu selalu menyenangkan. Hanya saja ketika
kuingat kedekatan itu, rasanya aku seperti seorang yg sedang mengantri untuk
membeli es krim dihari yg begitu panas. Namun ketika sudah sampai giliranku, es
krim itu habis. SIA-SIA bukan?? Tapi ternyata tidak, aku justru semakin akrab
dengan kesabaran. Waktu itu, kita banyak dihujani doa-doa baik dari orang-orang
terdekat yg segera mengharapkan kita menjadi apa. Aku mengamini, karena tak ada
yg lebih indah dari doa-doa baik dari orang terdekat. Tapi mungkin kamu justru
tertawa terpingkal-pingkal melihat aku lelah mengamini, karena doa-doa itu jauh
dari anganmu. Ya, aku dan kamu menjadi kita itu hanya fatamorgana. Indah namun
justru menyesatkan dan tak akan pernah jadi kenyataan.
Sempat terbesit amarah ketika melihat kata-kata indah itu
kini sudah memiliki nama, kata-kata sederhana itu kini sudah dimiliki secara
paten oleh gadis dari masa lalumu. Tapi marah untuk apa? Karena aku memahami,
sesuatu yg berakhir bukan berarti hilang tak berbekas. Pasti masih ada yg belum
usai, masih ada yg terhubung, entah itu kenangan, rasa sakit atau bahkan
kesempatan yg kini sedang kamu coba berikan untuknya. Sekali lagi.. bahagia itu
kamu, turut berbahagia itu aku. Semoga maafmu yg satu paket dengan kesempatan
itu tak lagi disia-siakannya..
“Aku adalah frasa yang pernah mengecap indahmu. Meski itu hanya sebuah ilusi, meski itu hanya fatamorgana yg maya. Ini aku, wanita terpuji yg layak dipuji…”
0 komentar:
Posting Komentar